PENDIDIKAN
ANAK AUTIS
DI DAERAH
SEMARANG
oleh
Ratna Nurul Hidayah
XI IPA 2
Yayasan Hortikultura
SMA SULUH
Jalan Palapa Raya Nomor 1, Pasar Minggu, Jakarta Selatan
Jakarta, Mei 2012
LEMBAR PENGESAHAN
Guru Bahasa
Indonesia Penulis
Dian
Novrina, S.Hum
Ratna Nurul Hidayah
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T atas berkat rahmat serta hidayah-Nya yang
telah diberikan. Serta kemudahan dan
kelancaran sehingga karya ilmiah ini dapat selesai tepat waktu.
Karya
ilmiah ini dapat selesai berkat dukungan, semangat dan bantuan dari berbagai
pihak. Karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Guru Bahasa Indonesia Bu Dian Novrina, S.Hum. yang telah
membimbing penulis menyelesaikan karya tulis ini.
2.
orang tua
memberikan semangat dan memberi dukungan baik mental maupun materi.
3.
teman kelas
sebelas yang telah membantu dalam menyelesaikan karya ilmiah ini terutama untuk
kelas XI IA 2.
Penulis berharap agar karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan dapat terus dikembangkan sebagai ilmu terhadap masa depan. Karya
ilmiah ini masih belum sempurna. Karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran untuk membuat tulisan berikutnya menjadi lebih baik lagi dari karya
ilmiah ini.
Jakarta, Mei 2012
Penulis
KATA PENGANTAR
Alhamdulilahirabbil’alamin.
Segala puji dan syukur penulis panjatkankan kepada Allah SWT yang telah
menolong dan membimbing hamba-Nya untuk dapat menyelesaikan karya ilmiah ini
dengan penuh kemudahan dan kesabaran. Tanpa pertolongan dan karunianya mungkin
penulis tidak sanggup untuk menyelesaikan
karya ilmiah ini dengan baik dan tepat waktu.
Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua, teman-teman, terutama guru
Bahasa Indonesia kelas XI, yaitu Guru Bahasa
Indonesia Bu Dian Novrina, S.Hum. yang telah membimbing penulis menyelesaikan
karya tulis ini. Dan tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah ikut andil dalam pembuatan makalah ini yang tidak bisa
di sebutkan satu persatu namun tidak mengurangi rasa terima kasih penulis.
Penulis
berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan wawasan serta
pengetahuan bagi pembaca. Walaupun penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini
belum sempurna dan tak terlepas dari
keterbatasan dan kesalahan.
Karena
itu, demi mencapai tujuan, pemikiran pembaca sangat di harapkan. Penulis mohon
untuk saran dan kritiknya agar karya penulis berikutnya menjadi lebih baik.
Terima Kasih. Wassalam.
Jakarta,
Mei 2012
Penulis
ABSTRAK
Penelitian
dalam karya ilmiah ini menjelaskan pendidikan anak autis di daerah Semarang,
perbedaan cara belajar anak autis dengan anak normal, cara pembelajaran anak
autis, dan kenapa anak autis harus memiliki penanganan pembelajaran khusus.
Kata kunci yang di gunakan dalam karya ilmiah ini adalah, pendidikan, anak
autis dan pebelajaran khusus.
DAFTAR ISI
Lembar
Pengesahan .......................................................................................................
i
Kata Pengantar
..............................................................................................................
ii
Abstrak
..........................................................................................................................
iii
Daftar isi
........................................................................................................................
iv
Bab 1
Pendahuluan ....................................................................................................
1-4
1.1 Latar Belakang ...............................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah
..........................................................................................
3
1.3 Tujuan Penelitian
...........................................................................................
3
1.4 Metode Penelitian
..........................................................................................
3
1.5 Manfaat Penelitian
..........................................................................................3
1.6 Sistematika Penulisan
....................................................................................
4
Bab 2 Kajian
Teori .....................................................................................................
5-7
2.1 Pendidikan
.....................................................................................................
5
2.2 Anak Autis
.....................................................................................................
6
2.3 Penanganan Pembelajaran Khusus
Anak Autis ............................................. 7
Bab 3 Metodologi
Penelitian .........................................................................................
8
3.1 Metodologi Studi Pustaka ..............................................................................
8
3.2 Langkah-langkah Penelitian
.......................................................................... 8
3.3 Penyajian Hasil
..............................................................................................
9
Bab 4 Pembahasan
Isi ............................................................................................
10-13
4.1 Perbedaan
cara pembelajaran anak autis dengan anak normal .................... 10
4.2 Cara
pembelajaran anak autis
...................................................................... 12
4.3 Penyebab kenapa anak autis harus memiliki penanganan
pembelajaran khusus ............................................................................................................................
13
Bab 5 Penutup
..............................................................................................................
14
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................
14
5.2 Saran
............................................................................................................
14
Daftar Pustaka
.............................................................................................................
15
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Anak merupakan aset penting untuk
keberlangsungan suatu bangsa karena mereka adalah tonggak pembangunan masa
depan. Setiap anak akan mengalami masa – masa perkembangan sesuai dengan
tingkatan usia. Selama masa perkembangan, anak akan mendapatkan pendidikan dari
segi formal, non formal dan informal. Orang tua berperan dalam memberikan
pendidikan informal dan menunjang perkembangan anak karena waktu anak lebih
banyak dihabiskan bersama orang tuanya. Pendidikan non formal dan formal akan
diterima anak pada jenjang pra sekolah dan sekolah. Pada pendidikan formal dan
non formal guru berperan dalam perkembangan perilaku dan akademis setiap anak.
Setiap orang tua maupun guru selalu
menginginkan yang terbaik bagi anak. Hal ini di lihat dari pendidikan yang
diberikan dan perkembangan pada setiap anak. Namun tidak semua anak dapat
tumbuh dan berperilaku seperti anak normal lainnya. Dalam kenyataannya terdapat
dua jenis anak, yaitu anak normal dan anak berkebutuhan khusus yang keduanya
memiliki hak yang sama dalam memperoleh pendidikan. Namun kedua jenis anak ini
berbeda. Anak normal dapat mengungkapkan apa yang ia rasakan, apa yang ia
inginkan serta dapat berkomunikasi dengan baik. Namun anak autis yang memiliki
gangguan pada syaraf sehingga mengakibatkan terjadinya ganggguan perkembangan
anak, seperti anak tidak dapat mengontrol emosinya, anak enggan untuk berbicara
dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Beberapa perilaku berbeda yang
dimiliki anak autis menunjukan bahwa anak autis memiliki dunianya sendiri yang
terkadang tidak dipahami oleh orang lain.
Anak berkebutuhan khusus misalnya juga
memiliki hak dalam mengembangkan diri dan memperoleh pendidikan. Hal ini
tentunya diperlukan penanganan khusus mengingat keadaan yang ada pada anak
tersebut. Anak autis biasanya mengalami kesulitan komunikasi baik
komunikasiisyarat (non verbal) maupun komunikasi berbahasa (verbal),
antara lain terdapat kesulitan atau keterlambatan berbicara atau berbahasa.
Anak autis kurang memahami pembicaraan sehingga terlihat seolah – olah seperti
anak dengan gangguan pendengaran. Pada anak autis jelas terjadi defisit dalam
kemampuan komunikasi dan terjadi penyimpangan berbahasa. Anak autis sedikit
menggunakan arti dalam daya ingat dan proses berpikirnya. Percakapan tidak
ditandai oleh saling tukar dan timbal balik, pembicaraannya sering mengandung
ekolalia segera atau terhambat.
Belum ada data akurat mengenai jumlah
yang mengalami gangguan perkembangan semacam itu di Indonesia. Autisme terjadi
5 dari 10.000 kelahiran. Bahkan tiga tahun belakangan meningkat menjadi 1 dari
500 kelahiran dan menurut data dari www.autis.info perbandingan di Indonesia
telah mendekati 1 : 160 per kelahiran. Berdasar wawancara kepada Ir. Nurini,
MT bahwa jumlah penderita autis di
Semarang cenderung meningkat. Saat ini tercatat 200 orang yang terdata oleh
yayasan. Namun, beliau mengatakan jumlahnya bisa lebih banyak dari itu.
Penyebab
seseorang menjadi autis adalah ketunaan pada sel otak mereka saat masih dalam
kandungan. Hal ini bisa diakibatkan oleh virus, polusi seperti dari kendaraan
bermotor maupun gangguan lain yang menyebabkan rusaknya sel otak pada anak.
Meski sudah berkembang pemberitaan tentang autisme, kebelumpahaman masyarakat
membuat mereka menyamakan autisme dengan orang berkebutuhan khusus lainnya
sehingga terjadi kesalahan penanganan yang biasanya hanya terfokus pada gejala
penyerta dari anak autis tersebut. Penanganan autis yang selama ini dilakukan
adalah dengan didirikannya tempat-tempat terapi bagi pribadi berkebutuhan
khusus. Namun tempat terapi tersebut umumnya merupakan alih fungsi dari rumah
hunian dari seseorang dan masih memiliki distraksi (gangguan) bagi penanganan
autis. Penanganan yang lain adalah SLB bagi yang memiliki kecerdasan kurang.
Semarang sebagai salah satu kota industri manufaktur dengan beberapa pabrik
terbangun dan makin berkembangnya kepadatan kendaraan bermotor ikut menjadi
penyumbang potensi gangguan polusi pada masyarakat, termasuk bayi dalam
kandungan. Meski belakangan Semarang memprogramkan sebagai Kota Ramah Anak
(Suara Merdeka, 24 Juli 2009), penanganan penyandang autis belum maksimal.
Keberadaan penyandang autis di Semarang masih mengandalkan program terapi yang
belum sepenuhnya lepas dari distraksi dan menempati tempat yang berasal dari
pengalihfungsian sebuah hunian serta melalui program pelayanan pendidikan di
SLB. Namun di SLB pun program yang diterapkan untuk penyandang autis masih disamakan
dengan retardasi mental (metode klasikal) padahal seseorang dengan
kecenderungan autis memerlukan pendampingan agar materi dapat dimengerti.
Dengan demikian, perencanaan dan perancangan tempat yang mengakomodasi kegiatan
terapi dan pendidikan yang sesuai dengan karakter penyandang autis. Tujuan dari
fasilitas ini adalah membuat anak autis menjadi lebih baik melalui kegiatan
terapi dan pendidikan. Skala pelayanan adalah tingkat Semarang. Fasilitas ini
direncanakan menggunakan konsep arsitektur yang merespon karakter anak autis.
Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk memilih tema “Pendidikan Anak
Autis” yang berjudul “Pendidikan Anak Autis di Daerah Semarang” dalam karya
tulis ini, dengan harapan agar pembaca dapat lebih memahami mengenai pendidikan
Anak Autis.
1.2
Rumusan
Masalah
Rumusan masalah dalam
penelitian ini, yaitu:
1. apa
perbedaan cara pembelajaran anak autis dengan anak normal?
2. bagaimana
cara pembelajaran anak autis?
3. mengapa
anak autis harus memiliki penanganan pembelajaran khusus?
1.3
Tujuan
Masalah
Tujuan penelitian ini
adalah :
1. menjelaskan
perbedaan cara belajar anak autis dengan anak normal,
2. menjelaskan
cara pembelajaran anak autis, dan
3. menjelaskan
kenapa anak autis harus memiliki penanganan pembelajaran khusus.
1.4
Metode
Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah
studi pustaka, yang mengambil sumber dari beberapa artikel yang ada di
internet.
1.5
Manfaat
Penelitian
Manfaat
dari penelitian yang penulis lakukan, yaitu pembaca dapat mengetahui pendidikan
yang dijalani penyandang autis, dapat mengerti pengertian dari pendidikan. Manfaaat
selanjutnya pembaca dapat mengetahui tentang cara penanganan pembelajaran
khususnya anak autis, dan untuk mengetahui perbedaannya.
1.6
Sistematika
Penulisan
Karya tulis ini berisi pembahasan
tentang pendidikan anak autis, pembelajaran khusus autis serta penyebab mengapa
harus adanya penanganan khusus, yang akan dibahas dalam lima bab yaitu :
Bab 1, pendahuluan, terdiri dari latar
belakang, rumusan masalah/identifikasi masalah, tujuan penelitian, metode
penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penelitian.
Bab 2, kajian teori, terdiri dari
pengertian pendidikan, pengertian pendidikan anak autis, dan keistimewaan
pembelajaran anak autis.
Bab 3, metodologi, terdiri dari metode
yang digunakan, langkah-langkah penelitian dan penyajian hasil.
Bab 4, pembahasan isi, terdiri dari
pembahasan penyebab kenapa anak autis harus memerlukan penanganan khusus.
Bab 5, penutup, terdiri dari kesimpulan
dan saran.
BAB 2
KAJIAN TEORI
2.1 Pendidikan
Pendidikan
sangat di butuhkan oleh masyarakat,terutama pada anak-anak. Menurut Thedore Brameld, istilah pendidikan mengandung fungsi yang luas
dari pemelihara dan perbaikan kehidupan suatu masyarakat, terutama membawa
warga masyarakat yang baru mengenal tanggung jawab bersama di dalam masyarakat.
Jadi pendidikan adalah suatu
proses yang lebih luas dari pada proses yang berlangsung di dalam sekolah saja.
Pendidikan adalah suatu aktivitas sosial yang memungkinkan masyarakat tetap ada
dan berkembang. Di dalam masyarakat yang kompleks, fungsi pendidikan ini
mengalami spesialisasi dan melembaga dengan pendidikan formal yang senantiasa
tetap berhubungan dengan proses pendidikan informal di luar sekolah).
MACAM
atau JENIS PENDIDIKAN
Dalam
wikipedia disebutkan beberapa jenis pendidikan yang berkembang di indonesia,
yaitu:
Pendidikan umum
Pendidikan umum
Pendidikan
umum merupakan pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan
pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi. Bentuknya: Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama
(SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA).
Pendidikan
kejuruan
Pendidikan
kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik
terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Bentuk satuan pendidikannya
adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Jenis ini termasuk ke dalam pendidikan
formal.
Pendidikan akademik
Pendidikan akademik
Pendidikan
akademik merupakan pendidikan tinggi program sarjana dan pascasarjana yang
diarahkan terutama pada penguasaan disiplin ilmu pengetahuan tertentu.
Pendidikan
profesi
Pendidikan
profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan
peserta didik untuk memasuki suatu profesi atau menjadi seorang profesional.
Pendidikan vokasi
Pendidikan vokasi
Pendidikan
vokasi merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk
memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal dalam jenjang
diploma 4 setara dengan program sarjana (strata 1).
Pendidikan
keagamaan
Pendidikan
keagamaan merupakan pendidikan dasar, menengah, dan tinggi yang mempersiapkan
peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan
pengetahuan dan pengalaman terhadap ajaran agama dan /atau menjadi ahli ilmu
agama.
Pendidikan
khusus
Pendidikan
khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang
berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang
diselenggarakan secara inklusif (bergabung dengan sekolah biasa) atau berupa
satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah (dalam
bentuk Sekolah Luar Biasa/SLB). Sekolah jenis ini di perkhususkan untuk anak
yang memiliki keterbelakangan atau disebut anak autis.
2.2 Anak Autis
Masalah Pada tahun 2005 terjadi
peningkatan jumlah anak berkesulitan belajar, terutama penyandang autisme.
Mengingat di Negara kita belum ada upaya yang sistimatis untuk menanggulangi
kesulitan belajar anak autisme, maka diperlukan upaya untuk meningkatkan
pelayanan pendidikan secara umum. Peningkatan pelayanan pendidikan itu
diharapkan dapat menampung anak autisme lebih banyak serta meminimalkan problem
belajar terutama pada anak-anak autisme (learning problem). Salah satu upaya
meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan dan pendidikan anak autisme
diperlukan pendidikan integrasi dan implementasinya dalam bentuk group/kelas
(sekolah), individu (one on one) serta pembelajaran individual melalui
modifikasi perilaku.
Perlu diketahui bahwa setiap anak autis
memiliki kemampuan serta hambatan yang berbeda-beda. Ada anak autis yang mampu
berbaur dengan anak-anak ’normal’ lainnya di dalam kelas reguler dan
menghabiskan hanya sedikit waktu berada dalam kelas khusus namun ada pula anak
autis yang disarankan untuk selalu berada dalam kelas khusus yang terstruktur
untuk dirinya. Anak-anak yang dapat belajar dalam kelas reguler tersebut
biasanya mereka memiliki kemampuan berkomunikasi, kognitif dan bantu diri yang
memadai. Sedangkan yang masih membutuhkan kelas khusus biasanya anak autis
dimasukkan dalam kelas terpadu, yaitu kelas perkenalan dan persiapan bagi anak
autis untuk dapat masuk ke sekolah umum biasa dengan kurikulum umum namun tetap
dalam tata belajar anak autis, yaitu kelas kecil dengan jumlah guru besar,
dengan alat visual/gambar/kartu, instruksi yang jelas, padat dan konsisten,
dsb).
Anak autis harus di beri penanganan
khusus agar lebih berkembang dan menjadi anak yang bisa mandiri seperti anak
normal lainnya. Maka, anak autis membutuhkan penanganan pembelajaran.
2.3
Penanganan
Pembelajaran Khusus Anak Autis
Penanganan masalah belajar anak autisme melalui pendidikan integrasi
berupa konsep
pendidikan integratif memiliki penafsiran yang bermacam-macam antara lain:
Menempatkan anak autisme dengan anak normal secara penuh. Pendidikan yang
berupaya mengoptimalkan perkembangan fungsi kognitif, efektif, fisik, intuitif
secara integrasi.
Menurut
pandangan penulis, yang di maksud dengan pendidikan integratif adalah :
Mengintegrasikan anak autisme dengan anak normal sepenuhnya. Mengintegrasikan
pendidikan anak autisme dengan pendidikan pada umumnya. Mengintegrasikan dan
mengoptimalkan perkembangan kognisi, emosi, jasmani, intuisi, pada autisme. Mengintegrasikan
apa yang dipelajari disekolah dengan tugas masa depan. Mengintegrasikan manusia
sebagai mahluk individual sekaligus mahluk sosial.
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Studi
Pustaka
Dalam setiap
penelitian, pasti ada sebuah atau beberapa metode yang digunakan peneliti. Metode yang
digunakan dipilih sesuai kebutuhan penelitian itu. Sebelum membahas, macam-macam
metode, penulis akan membahas tentang pengertian metode terlebih dahulu.
Metode adalah sebuah cara
yang digunakan seseorang untuk melakukan sesuatu. Metode
penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan informasi
dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode dalam penelitian ada beberapa macam, seperti metode studi
pustaka, metode wawancara, metode observasi, metode penelitian, dan metode
pengamatan. Observasi adalah pengamatan langsung
pada suatu objek yang akan diteliti. Dalam metode ini diadakan pengamatan
langsung pada objek yang akan diteliti. Wawancara pengumpulan data dengan
wawancara diperlukan untuk mengetahui kesulitan serta kebiasaan pengguna dalam
menyelesaikan tugasnya .
Namun dari semua metode itu,
penulis hanya menggunakan metode studi pustaka. Studi
pustaka merupakan metode pengumpulan data yang berasal dari buku-buku
literatur. Menurut Gorys Keraf (1997: 165) metode studi pustaka adalah metode
pengumpulan data yang memanfaatkan buku atau literatur sebagai bahan referensi
untuk memperoleh kesimpulan-kesimpulan atau pendapat para ahli dengan
mendapatkan kesimpulan tersebut sebagai metode sendiri.
3.2 Langkah-langkah
Penelitian
Penelitian dalam karya tulis ini
dibuat dengan mengikuti langkah-langkah penelitian, yaitu:
1.menentukan
topik, tema, dan judul penelitian,
2.mencari
dan mengumpulkan data-data atau sumber-sumber,
3.mengolah
dan menganalisis data, dan
4.menyusun
karya tulis.
3.3 Penyajian Hasil
Hasil penelitian ini, penulis
sajikan dalam paragraf untuk penjelasan.
BAB 4
PENDIDIKAN
ANAK AUTIS DI DAERAH SEMARANG
4.1 Perbedaan cara
pembelajaran anak autis dengan anak normal
Perbedaan
cara pembelajaran anak autis dengan anak normal terletak pada penyampaiannya.
Penyampaian pembelajaran anak autis bisa dengan cara memberikan mainan yang
mereka suka. Permainan dapat meningkatkan kemampuan konsentrasi anak autis
selama pembelajaran berlangsung. Terapi bermain bagi penyandang
autisme dapat ditujukan untuk meminimalkan/menghilangkan perilaku agresif,
perilaku menyakiti diri sendiri, dan menghilangkan perilaku stereotip yang
tidak bermanfaat. Hal ini dapat dilakukan dengan melatihkan gerakan-gerakan
tertentu kepada anak, misalnya tepuk tangan, merentangkan tangan, menyusun
balok, bermain palu dan pasak, dan alat bermain yang lain. Dengan mengenalkan
gerakan yang lain dan berbagai alat bermain yang dapat digunakan maka
diharapkan dapat digunakan untuk mengalihkan agresivitas yang muncul, juga jika
anak sering menyakiti diri sendiri. Mengenalkan anak pada permainan konstruktif
seperti menyusun balok juga akan memberi kegiatan lain sehingga diharapkan
perilaku stereotip yang tidak bermanfaat dapat diminimalkan.
Cara
penyampaian pembelajaran dapat juga dengan terapi khusus untuk anak autis.
Untuk menentukan terapi yang paling cocok bagi anak autis pada awalnya perlu
dilakukan asesmen atau pemeriksaan menyeluruh terhadap anak itu sendiri.
Asesmen itu bertujuan untuk mengetahui derajat keparahan, tingkat kemampuan
yang dimilikinya saat itu, dan mencari tahu apakah terdapat hambatan atau
gangguan lain yang menyertainya. Biasanya terapi yang diberikan adalah terapi
untuk mengembangkan ketrampilan-keterampilan dasar seperti, ketrampilan
berkomunikasi, dalam hal ini keterampilan menggunakan bahasa ekspresif
(mengemukakan isi pikiran atau pendapat) dan bahasa reseptif (menyerap dan
memahami bahasa). Selain itu, terapi yang diberikan juga membantu anak autis
untuk mengembangkan ketrampilan bantu diri atau self-help, ketrampilan berperilaku
yang pantas di depan umum, dan lain-lain. Dengan kata lain, terapi untuk anak
autis bersifat multiterapi. Terapi yang dapat di lakukan untuk anak autis
sebagai berikut.
1.
Terapi Wicara: Untuk melancarkan otot-otot mulut agar dapat berbicara lebih baik. 2. Terapi Okupasi : untuk
melatih motorik halus anak. 3. Terapi Bermain :
untuk melatih mengajarkan anak melalui belajar sambil bermain. 4. Terapi
medikamentosa/obat-obatan (drug therapy) : untuk menenangkan anak melalui
pemberian obat-obatan oleh dokter yang berwenang. 5. Terapi melalui
makan (diet therapy) : untuk mencegah/mengurangi tingkat gangguan autisme. 6. Sensory Integration
therapy : untuk melatih kepekaan dan kordinasi daya indra anak autis
(pendengaran, penglihatan, perabaan). 7. Auditory Integration
Therapy : untuk melatih kepekaan pendengaran anak lebih sempurna. 8. Biomedical
treatment/therapy : untuk perbaikan dan kebugaran kondisi tubuh agar terlepas
dari faktor-faktor yang merusak (dari keracunan logam berat, efek casomorphine
dan gliadorphine, allergen, dsb). 9. Hydro Therapy : membantu anak autistik
untuk melepaskan energi yang berlebihan pada diri anak melalui aktifitas di
air. 10. Terapi Musik : untuk
melatih auditori anak, menekan emosi, melatih kontak mata dan konsentrasi.
Dalam pengajaran anak autis juga dibutuhkan
pengajar yang selain memiliki kompetensi yang memadai untuk
berhadapan dengan anak autis tentunya juga harus memiliki minat atau
ketertarikan untuk terlibat dalam kehidupan anak autis, memiliki tingkat
kesabaran yang tinggi, dan kecenderungan untuk selalu belajar sesuatu yang baru.
Dalam pembelajaran anak autis di ajarkan komunikasi
(bahasa ekspresif dan reseptif), ketrampilan bantu diri, ketrampilan
berperilaku di depan umum, setelah itu dapat diajarkan hal lain yang
disesuaikan dengan usia dan kematangan anak serta tingkat inteligensi.
4.2
Cara pembelajaran anak autis
Sebelum mengetahui Metode belajar, di
perlukan pendekatan pembelajaran yang tepat bagi anak autis yang disesuaikan
dengan usia anak. Serta, kemampuan dan hambatan yang dimiliki anak saat
belajar, dan gaya belajar atau learning style masing-masing anak autis.
Pendekatan yang digunakan biasanya bersifat kombinasi beberapa metode. Ada
beberapa model pendekatan pembelajaran bagi penderita autisme. Pendekatan
pembelajaran tersebut didapat melalui pendidikan formal dan pendidikan di
rumah. Pendidikan di rumah tersebut adalah pendidikan atau pengajaran yang
diberikan secara khusus oleh orang tua dengan metode yang berbeda sebagai bekal
awal bagi anak yang menderita autistik. Pendidikan tersebut berupa
terapi-terapi khusus.
METODE PEMBELAJARAN
BAGI ANAK AUTIS
1. Discrete
Tial Training (DTT) : Training ini didasarkan pada Teori Lovaas yang
mempergunakan pembelajaran perilaku. Dalam pembelajarannya digunakan stimulus
respon atau yang dikenal dengan orperand conditioning. Dalam prakteknya guru
memberikan stimulus pada anak agar anak memberi respon. Apabila perilaku anak
itu baik, guru memberikan reinforcement (penguatan). Sebaliknya perilaku anak
yang buruk dihilangkan melalui time out/ hukuman/kata “tidak”
2. Intervensi LEAP (Learning Experience and
Alternative Programfor Preschoolers and Parents) menggunakan stimulus respon
(sama dengan DTT) tetapi anak langsung berada dalam lingkungan sosial (dengan
teman-teman). Anak auitistik belajar berperilaku melalui pengamatan perilaku
orang lain.
3. Floor Time merupakan teknik pembelajaran
melalui kegiatan intervensi interaktif. Interaksi anak dalam hubungan dan pola
keluarga merupakan kondisi penting dalam menstimulasi perkembangan dan
pertumbuhan kemampuan anak dari segi kumunikasi, sosial, dan perilaku anak.
4. TEACCH
(Treatment and Education for Autistic Childrent and Related Communication
Handicaps) merupakan pembelajaran bagi anak dengan memperhatikan seluruh aspek
layanan untuk pengembangan komunikasi anak. Pelayanan diprogramkan dari segi
diagnosa, terapi/treatment, konsultasi, kerjasama, dan layanan lain yang
dibutuhkan baik oleh anak maupun orangtua.
4.3 Penyebab kenapa
anak autis harus memiliki penanganan pembelajaran khusus
Anak autis dengan keterbatasan yang
ada, harus memiliki penanganan pembelajaran khusus karena mereka memiliki
Perilaku yang berbeda dengan anak normal dan mereka memiliki hambatan dalam
belajar. Hambatan-hambatannya adalah sebagai berikut.
1. Kurangnya
kemampuan memusatkan perhatian dapat muncul dalam perilaku:
a.
Ketidakmampuan memperhatikan detil atau ceroboh
b. Kesulitan memelihara
perhatian terhadap tugas atau aktivitas bermain
c. tidak perhatian saat
bicara dengan orang lain
d. Tidak mengikuti
perintah dan gagal menyelesaikan tugas
e. sulit
mengorganisasikan tugas dan aktivitas
2.
hiperaktivitas-impulsivitas sering muncul dalam perilaku:
a. gelisah
/tidak tenang di tempat duduk
b. sering meninggalkan
tempat duduk di kelas / situasi lain dimana seharusnya duduk tenang
c. berlari atau memanjat
berlebihan, selalu terburu-buru atau bergerak terus seperti mesin
d. kesulitan bermain/terlibat
dalam aktivitas yang menyenangkan e. sering menjawab
pertanyaan sebelum selesai. (Impulsivitas), berbicara terlalu banyak f. sulit
menunggu giliran (Impl) menyela atau memaksakan pendapat kepada orang lain
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dari bab 4, dapat disimpulkan bahwa
penyebab anak autis harus memiliki penanganan pembelajaran khusus, karena anak
autis memiliki keterlambatan dan kesulitan dalam hal belajar. Karena anak autis
kurang kemampuan memusatkan perhatian, tidak mapu untuk mengikuti perintah ,
sulit mengorganisasikan tugas, dan tidak perhatian saat berbicara dengan orang
lain.
5.2 Saran
Dari
penanganan pembelajaran pendidikan pada anak autis di atas, masih banyak cara
yang harus di lakukan agar anak autis dapat sederajat dan dapat dianggap
sebagai anak normal. Maka, di perlukannya perhatian yang lebih kompleks. Oleh
karena itu, perlunya kerja sama untuk mebangun layanan pendidikan anak autis
yang lebih maju.
DAFTAR PUSTAKA
http://eprints.undip.ac.id/1497/
http://mbegedut.blogspot.com/2011/01/pengertian-definisi-pendidikan-menurut.html
http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/makalah/151-penanganan-masalah-belajar-anak-autisme-melalui-pendidikan-integrasi